Nilai transaksi di sektor insurtech di Asia Tenggara mencatat total sebesar US$2,35 miliar (Rp36,6 triliun) pada tahun 2023. Jumlah ini meningkat dari US$538 juta (Rp8,4 triliun) pada tahun 2022, menurut laporan yang dirilis oleh EY pada bulan Agustus.

Peningkatan ini terjadi meskipun ada tantangan makroekonomi, geopolitik, dan penurunan jumlah transaksi di tahun tersebut. Sebanyak 27 transaksi terjadi pada tahun 2023, sementara 39 transaksi diselesaikan pada tahun 2022.

Sebagian besar nilai transaksi pada tahun 2023 didorong oleh akuisisi senilai US$2 miliar (Rp31,2 triliun) oleh perusahaan asuransi Jepang, Sumitomo Life, terhadap Singapore Life (Singlife), dan putaran pendanaan seri B senilai US$246 juta (Rp3,8 triliun) oleh perusahaan insurtech yang berbasis di Singapura, Bolttech.

EY mencatat bahwa para investor lebih memilih perusahaan insurtech yang sudah mapan dengan rekam jejak yang terbukti di tengah situasi yang cenderung mengutamakan keamanan. Perusahaan-perusahaan tahap awal, dengan tingkat risiko lebih tinggi, hanya mengantongi dua kesepakatan seri A yang diumumkan secara publik pada tahun 2023. Besaran totalnya senilai US$2,3 juta (Rp35,8 miliar).

Para investor juga mempertimbangkan perusahaan yang mendorong transformasi digital, mengingat banyaknya investasi oleh perusahaan teknologi unikorn dan penyedia layanan keuangan tradisional ke dalam platform insurtech untuk meningkatkan penawaran produk dan pengalaman pelanggan.

Nilai transaksi tahun lalu sedikit lebih rendah dibandingkan puncaknya pada tahun 2020, yang mencapai US$2,35 miliar (Rp36,6 triliun) dari 32 transaksi. Sebagian besar transaksi pada 2020 tersebut didorong oleh merger antara Singlife dan Aviva Singapore, yang bernilai lebih dari US$2 miliar (Rp31,2 triliun).

Jumlah transaksi turun dari puncaknya sebanyak 46 transaksi pada tahun 2021. Buruknya kondisi akibat kebijakan suku bunga yang agresif, ketegangan geopolitik, dan inflasi yang merajalela diduga menjadi penyebab penurunan ini.

EY memperkirakan bahwa penurunan ini hanya sementara, karena insurtech sedang melakukan penyesuaian untuk memperbaiki strategi jangka pendek mereka. Fokusnya kini lebih pada pengelolaan keuangan yang lebih ketat dan upaya untuk mencapai profitabilitas.

“Penyesuaian ini akan membuat insurtech menjadi lebih tangguh, meningkatkan kepercayaan pelanggan, dan siap untuk memanfaatkan peluang besar di industri asuransi di kawasan ini,” demikian dinyatakan dalam laporan tersebut.

Rahul Vardhan, partner strategi dan transaksi di EY, memprediksi bahwa dalam jangka pendek hingga menengah, pendanaan akan lebih banyak mengalir ke perusahaan yang telah terbukti memiliki pertumbuhan yang berkelanjutan dan menguntungkan.

Ekspansi regional

Ekspansi regional menjadi pembeda utama untuk meningkatkan skala di pasar asuransi Asia Tenggara yang masih belum banyak digarap, ujar Vardhan

Namun, ekspansi regional memerlukan modal besar dan pemahaman mendalam tentang regulasi lokal, terutama bagi para penjamin.

“Perusahaan insurtech yang mampu melakukannya dengan baik akan mendapatkan keunggulan kompetitif yang signifikan. Kelangkaan perusahaan semacam ini di kawasan tersebut kemungkinan akan mendorong permintaan dan valuasi yang tinggi,” tambahnya.

Transaksi perusahaan insurtech yang berbasis di Singapura masih mendominasi jumlah kesepakatan dan pendanaan, mencakup 85 persen dari total nilai transaksi di kawasan tersebut.

Namun, Indonesia, Thailand, dan Malaysia juga mulai mendapatkan porsi pendanaan yang lebih besar. Hal ini didorong oleh faktor demografi yang menguntungkan serta perkembangan struktural, seperti populasi yang besar, tingkat penetrasi asuransi yang relatif rendah, dan tingkat penetrasi internet yang terus meningkat.

Pada tahun 2023, pasar ini juga mencatat lebih banyak exit dari berbagai jenis pengakuisisi. Menurut EY, ini menunjukkan pasar yang semakin matang dengan likuiditas yang meningkat.

Pada tahun 2023, sektor ini mencatat tiga merger dan akuisisi (M&A), dua transaksi sekunder, dan satu penawaran umum perdana (IPO).

EY mencatat bahwa IPO muncul sebagai strategi yang layak.

Pada tahun 2023, platform pemrosesan klaim motor otomatis BlueVenture Group tercatat di Bursa Efek Thailand (SET). Prospek IPO ke depan juga terlihat menjanjikan dengan online finance supermarket Silkspan yang direncanakan melantai di SET, dan mungkin Bolttech di Nasdaq.

Investor ekuitas swasta dan modal ventura mendorong pasar kesepakatan dalam hal jumlah transaksi. Mereka umumnya menargetkan broker atau distributor asuransi, yang mungkin didorong oleh kurangnya model bisnis lain yang lebih kompleks.

Sementara itu, pemain strategis seperti unikorn di sektor teknologi dan penyedia layanan keuangan tradisional memang berinvestasi dengan frekuensi lebih rendah. Namun mereka melakukannya utamanya untuk memperluas portofolio produk dan meningkatkan loyalitas pelanggan.

Vardhan mencatat adanya perubahan dalam lanskap investasi dan fokus perusahaan insurtech.

“Di masa lalu, dorongan utama adalah untuk mencapai pertumbuhan cepat dan akuisisi pelanggan. Namun kini, perusahaan insurtech harus menyeimbangkan antara pertumbuhan dan pengelolaan keuangan yang bijaksana agar dapat menarik minat investor,” jelasnya.

(Artikel ini pertama kali dipublikasikan di dalam Bahasa Inggris dengan kerja sama dari The Business Times. Isi di dalamnya telah diterjemahkan, dimodifikasi, dan diedit Septa Mellina sesuai dengan standar editorial Tech in Asia Indonesia)

RSS
Follow by Email
FbMessenger